Kamis, 04 Juni 2015

Bogor Love Road


Kota bernama Bogor atau  Buitenzorg ini memang selalu memanggil kembali para pengunjungnya. Dari arti katanya saja sudah jelas, Buitenzorg yang berarti nyaman atau tenteram, dan memang menikmati kota Bogor dengan bangunan-bangunan tua dan pohon-pohon besar yang memayungi jalanan kota membuat hati merasakan sensasi mak nyesssss. Saya termasuk orang yang cukup sering mengunjungi kota ini namun tak pernah bosan untuk kembali. Selain karena memang suka dengan kotanya, kebetulan rumah saya nempel dengan Bogor. Berkali-kali ke Bogor tapi tak pernah saya curahkan bagaimana rasanya walaupun hanya satu kata... terlalu. Maka dari itu, kali ini saya sengaja meluangkan waktu untuk mengulas perjalanan saya dengan keluarga kecil saya mengunjungi Bogor.
 
Berawal dari ide dadakan -as always-, pada harpitnas tanggal 2 Juni 2015 kemarin akhirnya saya dan keluarga memutuskan untuk backpacker ke Bogor. Halah, ke Bogor saja sok-sok-an ber-backpacker. Jika biasanya ke Bogor naik commuter line atau mobil kali ini kami memilih naik motor. Jarak rumah kami di Citayam tak terlalu jauh dengan Bogor dan cukup ditempuh dalam 45 menit saja. Terakhir kali saya ke Bogor naik motor adalah waktu pacaran dengan mantan pacar yang sekarang jadi misua... eaaaaaaa. Kalau dulu bisalah saya peluk-peluk manja selama perjalanan, sekarang tampaknya pelaku pemelukan berganti bentuk. Tangan kecil milik anak saya yang melingkar di pinggang ayahnya sambil menikmati apa saja yang menyapa matanya selama perjalanan.
 
Touchdown di Bogor, kita putuskan untuk sarapan pagi dulu di seputaran Jl. Ahmad Yani. Bubur ayam Cianjur jadi pilihan. Lokasinya cukup mudah dijangkau, selain itu di area ini ada ATM juga kalau-kalau belum ada persediaan uang cash, bisalah dikuras dulu ATM-nya. Rasa bubur ayamnya cukup enak, anak saya saja suka dan ludes. Jatah bundanya disikat juga... hadeeeeh.


Ini dia penampakan bubur ayam Cianjurnya
Ini penampakan anak saya

Oukeh, lanjot! Setelah kenyang dan gembira karena bubur ayam tadi murah meriah, cukup Rp. 8000/porsi, kita lanjutkan perjalanan menuju Istana Bogor yang selalu menggoda dengan rusa-rusa tutul yang berkeliaran dengan bebasnya. Adzra -my daughter- selalu exited setiap kali kesini karena bisa kasih makan rusa. Walaupun sekarang sudah tidak seleluasa dahulu kala -sebelum Pak Jokowi sering berkantor di Bogor-, karena sebenarnya pengunjung dilarang memberi makan rusa-rusa cantik itu. Instruksi ini wajar karena kadang pengunjung lupa melepas karet yang melingkar di wortel yang diberikan ke rusa, alhasil beberapa hari kemudian rusanya jadi sakit. Atau malah ada rusa yang jatuh dan patah kakinya karena berebut makanan dari pengunjung. Tapi walaupun begitu, Istana Bogor dan segala misteri di dalamnya menjadi daya tarik tersendiri bagi saya. Istana ini begitu sakral dan indah, belum lagi taman pribadi yang tak lain adalah Kebun Raya Bogor itu sendiri, menambah cantik istana ini.

Adzra and The Deer

Salah satu sudut Istana Bogor
Setelah dari Istana Bogor, perjalanan kita lanjutkan ke   Jl. Surya Kencana. Sengaja kita lewatkan kunjungan ke Kebun Raya Bogor karena waktu yang terbatas. Padahal Adzra merengek-rengek minta main di taman dan beli bola yang ada tagline Kebun Raya Bogor-nyaampun deeeeeh. Walaupun si kecil manyun, perjalanan tetap berlanjut. Di sepanjang Jl. Surya Kencana bertebaran aneka jajanan tradisional dan aneka pemuas perut lainnya. Mulai dari talas kukus, dodongkal, soto kuning, asinan jagung, rujak, manisan, bahkaaaaaan.... sate B2. Tanduk setan keluar, nih. Selain itu, hasil bumi seperti cabai, bawang, dan sayur mayur beserta sanak saudaranya juga tersedia di sini. Belum lagi baju-baju dan bunga-bunga yang juga ada di sini. Jadi, Surya Kencana lebih mirip one stop shopping-nya Bogor. Saya sempatkan membeli talas kukus dan dodongkal untuk oleh-oleh ibu saya di rumah. Rasa talas kukus ini tak perlu ditanyakan lagi, empuk, pulen, lembut, dan panaaaaas.... Sorry for taking no picture, keburu masuk perut pemirsaaaah.
 
Next stop... beli asinan dulu di Baranangsiang, apalagi kalau bukan asinan Ny. Yenni yang sudah jadi langganan keluarga sejak bertahun-tahun lalu. Lagi-lagi karena terbatasnya waktu, kami memilih untuk menjadikan asinan ini untuk disantap di rumah. Asinan Ny. Yenni ini selalu fresh karena turn over bahan-bahannya cukup tinggi karena laris booooo', selain itu kuahnya seger buger bikin ngiler. Again, no picture taking... tapi lebih baik dibayangkan saja sendiri terus langsung meluncur ke Asinan Ny. Yenni ini.
 
Misi berburu asinan sukses. Saatnya mengisi perut yang mulai rock n roll-an. Pilihan kami jatuhkan pada Mi Ayam Air Mancur. Destinasi kuliner yang satu ini jadi menu wajib keluarga saya jika mengunjungi Bogor. Selain menjual mi ayam, di sini juga disediakan martabak telur dan keju yang rasanya mengguncang lidah, gigi, tembolok, sampai usus! Guyuran keju yang menggunung ditambah dengan mentega dan butter yang meleleh menjalari setiap inci martabak yang menyeruakkan aroma harum. Huaaaah.... glek.... telen ludah dulu, ya. Martabak telurnya???? Jangan tanya lagi, muaaak nyoozzzz, potongan dagingnya sejempol-jempol, kulitnya tebal dan garing. Nulis ini kok ngiler sendiri, ya? Ya sudahlah, mari kita nikmati saja mi ayamnya.

Yuk mareee, sikat mi ayamnya

Setelah kenyang dan gembolan makin banyak karena ada asinan, dodongkal, dan talas kukus, kami putuskan untuk pulang. Keburu hujan juga, sih. Saya susuri lagi jalan kenangan yang jadi saksi perjalanan cinta saya dengan suami. Bogor punya tempat khusus di hati saya yang menggilai segala macam hal yang berbau vintage dan jadul ini. Menyusuri jalanan kota Bogor yang dijejali rumah-rumah dengan arsitektur kolonial seperti membawa saya melintasi lorong waktu. Berpayung pohon-pohon tua yang melindungi kami dari sengatan matahari makin membuat nyaman perjalanan. In the end, Bogor menjadi bagian penting sejarah hidup saya, karena di sanalah jalinan cinta saya dan suami dimulai.

We will always come back there...

From Bogor with love. 2.06.15