Minggu, 29 Desember 2013

KITA BERCERITA: Kegiatan Bis Nulis 2013

KITA BERCERITA: Kegiatan Bis Nulis 2013: Halo guys! Dalam rangka menyambut rilisnya buku Cerita Horor Kota, minggu lalu PlotPoint bikin workshop nulis cerita horor. Nama acarany...

Selasa, 10 September 2013

METALLICA : 25082013 Untuk Mereka Yang Punya SELERA...


It's been more than two weeks since their concert in Jakarta, and I still feel the heat!

Tidak mudah melupakan peristiwa yang bisa saya katakan "epic' itu. Bukan hanya karena konser Metallica dua minggu lalu memang dahsyat dari semua sisi, lighting, sound, crowd, dan tentu Metallica-nya sendiri, tapi lebih pada apa saja yang harus saya hadapi dan perjuangkan demi konser ini. Bagaimana tidak, ketika saya sudah mengantongi dua tiket nonton sejak sebulan lalu, seminggu sebelum hari-H, asisten rumah tangga saya yang biasa mengasuh anak saya memutuskan tidak kembali karena harus menikah, kepala saya langsung berasap. Belum lagi suami saya yang ternyata harus bertugas pada tanggal 25 Agustus itu, wuarrgghhh apa-apaan ini! For sure, I am not gonna miss this live concert, no matter what happend! Setelah putar otak kesana kemari, akhirnya, ada salah seorang teman yang sangat berbaik hati, anak saya boleh dititipkan selama seharian penuh bersamanya. One solved, one more to go, tinggal masalah kedinasan suami saya yang sedikit membuat keki dan senewen. Hingga tanggal 24 Agustus, saya belum menemukan solusi untuk masalah yang satu ini. Apakah ini artinya saya akan melewatkan peristiwa -MUST SEE BEFORE YOU DIE- ini? No way, that's not gonna happend. Hanya ada satu cara yaitu, NEKAT. Setelah berpikir keras, plus saya kompor-kompori bahwa mereka mungkin tak akan manggung lagi di Jakarta mengingat usia mereka sudah kepala 5. Memantapkan hati untuk berbuat nekat memang sulit, tapi demi kecintaannya pada band yang sudah jadi idolanya sejak remaja ini, akhirnya dia nekat untuk nekat. Tinggal saya yang tertawa setan dibalik semua kenekatan ini, hahaha.
 
Sejak voucher tiket di tangan, hari demi hari berlalu dengan penantian dan gelora menggebu-gebu, saya tak sabar lagi menantikan James Hetfield meneriakkan "YEAAAH" di atas panggung, dan saya menyaksikannya dengan takjub. Bagaimana tidak, sejak saya berumur 7 tahun, setiap pagi telinga saya mendengar Enter Sandman diputar keras-keras oleh almarhum kakak sepupu saya (Rest in peace, Brother) yang kebetulan waktu itu tinggal serumah -kami tinggal bersama nenek kami-, dan tiap kali lagu itu diputar, satu kata dari nenek saya, "PATENI!" (red. Matikan). Saat itu saya belum tahu siapa mereka, apa saja lagu-lagu mereka dan kenapa kakak saya menyukai mereka. Dengan sabar, kakak saya menjelaskan pada adiknya yang baru kelas 2 SD ini, bahwa mereka bernama Metallica dan mereka hebat, lalu ia menunjukkan pada saya satu per satu lagu mereka, juga kaset-kaset Metallica yang dimilikinya. Lagu-lagu mereka makin familiar di telinga kanak-kanak saya, sampai akhirnya kakak saya pindah ke Magelang untuk bekerja, dia membawa semua koleksi kasetnya dan saya tak pernah lagi mendengar Enter Sandman, atau Sad But True diputar dirumah. Tapi itu tidak mengurangi kecintaan saya pada mereka. Ketika duduk di bangku SMP dan mulai mengenal MTV, -bersyukur saya hidup di era 90-an saat MTV hanya menanyangkan musik-musik berkualitas-, saya makin mengenal mereka. Saat itu The Unforgiven II ditayangkan di MTV dan saya kembali jatuh cinta pada James Hetfield yang sudah merubah rambutnya jadi cepak minus kumis sangarnya -which is awesome, i think-. Walaupun saat itu musik metal harus bertahan di tengah serbuan para boyband dan musik pop tentunya, Metallica tetap punya style dan kelasnya sendiri, dan walaupun saya juga menyukai beberapa boyband, saya tetap dan masih menyukai musik metal dan rock, apalagi musik rock tahun 80an.
 
Baiklah, kembali ke konser mereka di Jakarta, hari penukaran tiket telah tiba, dan semangat saya makin berapi-api. Tanggal 24 Agustus, saya pergi ke GBK bersama suami saya, sengaja saya datang sore hari sekitar jam tiga karena saya membaca berita, bahwa antrian di tempat penukaran tiket sudah mengular sejak pagi, saya berharap antrian itu sudah reda di sore hari. Dan benar saja, ketika saya tiba disana, antrian itu sudah kosong dan lengang. Akhirnya saya bisa menukarkan tiket tanpa perlu berdesak-desakan. Yeaaah! Saya hanya perlu berdiri di belakang dua mas-mas gondrong, dengan kacamata hitam dan kaos metal, -yang bahkan bukan bertuliskan Metallica-. Syarat menukarkan tiket adalah harus pembeli tiket yang menukarkan dengan membawa tanda pengenal, dan mungkin ini tidak dipahami oleh mas-mas gondrong berkaos metal di hadapan saya, atau mungkin mereka lupa. Begitu petugas ticketing meminta KTP, mereka tampak sedikit bingung dan saling bertukar pandang, hmmm sinyal mereka bakal berdiri lama di depan loket sudah terpancar. Benar saja, ketika salah satu dari mereka mengeluarkan KTP, petugas mengembalikan KTP itu karena yang diperlukan adalah KTP pembeli, dan tentu saja bukan mereka yang membeli. Alhasil mereka kelabakan, dari logat bicara mereka bisa saya pastikan mereka dari Jawa, mereka lalu sibuk menelepon rekan mereka dari depan loket. Kan... bener kan...lama deh nih. Untung saja petugas meminta saya untuk maju menukarkan tiket sementara mas-mas gondrong itu tampak semakin galau dan resah. Tak perlu waktu lama, saya segera mendapatkan dua tiket dengan jaya, HAHAHA. Sebelum berlalu dari loket itu, saya lemparkan senyum pada mas-mas itu yang menatap saya dengan merana, ingin rasanya saya menepuk pundak mereka dan berkata, "Sing sabar yo....." tapi tidak, tidak, sebagai sesama fans Metallica, tidak boleh saling menyakiti. Dalam hati saya berdoa, supaya mereka bisa tetap nonton konser sekali seumur hidup itu, tapi tetap saja ada ketawa setan di ujung bibir saya :p
 
25 Agustus 2013, adalah hari yang sudah saya tunggu-tunggu sejak sebulan lalu. Setelah malam sebelumnya saya tidak bisa tidur karena terlalu resah menunggu hari minggu pagi tiba, dan hasilnya saya nyaris tidak tidur semalaman. Tapi itu tidak mengurangi semangat saya, jam 12 siang, saya berangkat ke GBK dengan maksud, agar bisa mendapatkan spot parkir yang nyaman. Suami saya memilih memarkir kendaraan di RRI, dan alhamdulillah, saya tidak perlu parkir motor sampai ke dalam. Tampak calon penonton berkaos hitam bertuliskan Metallica seliweran di depan pintu masuk stadion, karena masih cukup lama mereka memanfaatkan waktu untuk, biasalah, foto-foto. Cuaca yang sangat terik waktu itu tidak menyurutkan niat kami semua para penonton untuk berjalan-jalan di dalam stadion untuk melihat stand-stand yang ada. Tapi akhirnya saya dan suami saya merasa kalau kami harus menghemat tenaga untuk konser malam nanti, saya pilih untuk makan siang di salah satu stand makanan yang kebetulan ada tepat di depan Green B Gate, tempat kami nonton nanti. Di dekat tempat makan tadi, ada salah satu stand sponsor TAMA, yang mengadakan kompetisi memainkan double pedal, dengan hadiah double pedal dari TAMA. Lumayanlah untuk mengisi kebosanan menunggu konser dimulai. Cuaca yang sangat terik memaksa kami tidak banyak berkeliaran, selain menghemat tenaga untuk konser nanti malam, juga karena bisa menimbulkan kehausan, ini perlu dihindari karena harga air minum kemasan paling kecil melambung jadi Rp. 10.000! Gilaaaa. Satu hal yang menggelitik, dari ribuan penonton, kisaran usia mereka adalah 30 tahun keatas, jarang sekali saya jumpai ABG disana, kalau nenek-nenek justru ada. Apa iya, anak muda jaman sekarang sudah tak suka lagi musik metal yang enerjik dan memilih boyband/girlband korea, atau band-band melayu seperti yang marak saat ini? Jika benar begitu, sayang sekali, dan ini berarti penurunan selera.

Pukul empat sore, antrian mulai terjadi di depan gate, dan saya tak ketinggalan. Beruntung saya bisa mengantri di barisan depan, inilah keuntungan datang lebih awal, bisa mengantri di depan. Tapi sampai jam enam sore, gate belum dibuka juga. Perubahan posisi dari berdiri-jongkok-duduk-berdiri-duduk lagi pun mulai terjadi. Akhirnya pukul enam gate dibuka, mundur satu jam dari yang dijadwalkan. Pemeriksaan tas sedikit memperlambat proses masuk ke stadion, belum lagi penyitaan air minum yang tadi sempat kami beli. Arrgghhhh, ternyata ini dengan maksud agar kami membeli air minum didalam, yang harganya Rp. 10.000 itu tadi. Hiks, baiklaaah, demi Metallica, saya maklumi semua hal ini. Akhirnya, saya dan suami saya masuk ke stadion dengan sakses! YEESSS. saya mendapatkan spot yang sangat pas, walaupun di tribun, tapi tempat yang saya pilih pas. . Saya duduk bersebelahan dengan lima orang anak SMA -nah, kali ini saya kaget-, karena penasaran, akhirnya saya tanya mereka kenapa bisa nonton Metallica, jawabannya karena mendengar cerita dari paman salah satu anak ABG tadi yang memang nge-fans sama Metallica. Dan memang terbukti, sepanjang konser mereka cuma ber-headbang, tapi tidak hapal satupun lagi dari Metallica, hahaha. Seringai tampil sebagai band pembuka, walaupun boleh dibilang cukup "membakar" tapi belum bisa benar-benar membakar diri saya. Hasilnya, saya hanya manggut-manggut ketika Seringai tampil, bukan karena musik mereka buruk, musik mereka bagus, tapi mungkin karena saya terlalu memusatkan seluruh energi dan pikiran saya untuk Metallica, bukan yang lain. Hampir setengah jam berlalu sejak Seringai turun panggung, penonton mulai tak sabar, lalu tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari tribun Purple A. Apa itu? Rupanya mereka membuat Mexican Wave. Sambuuuut! Penonton di Green A sampai ke Purple B dengan senang hati menyambut, dan membalasnya! Sampai-sampai, penonton yang ada di Festival membalikkan badan dan mengabadikan momen ini bersamaan dengan tepuk tangan keras dari mereka. Magic! Betapa begitu banyak energi positif dari konser ini, belum dimulai saja sudah seru begini.

Penantian sejak sebulan lalu, detak jantung yang makin menjadi menjelang konser sepertinya terbayar. Begitu Ecstacy Of Gold diputar, dan lampu mulai dimatikan, sementara di LCD yang ada di kanan dan kiri panggung menampilkan potongan film The Good The Bad and The Ugly, koor dari puluhan ribu penonton mulai membahana, termasuk saya. Tapi yang membuat teriakan saya pecah adalah ketika suara dram Lars Ulrich menyapa, JLEP! Riff Hit The Light mulai dimainkan oleh James Hetfield, rasanya mau pingsan. Tanpa tunggu komando selanjutnya, saya banting kepala kedepan dan kebelakang, headbang man! Master Of Puppets langsung menyusul, ini berarti.... headbang lageee! Setelah lagu ini James sempat menyapa para penonton dulu, "You're so energetic tonight. Miss your old friends from Metallica?...." dan langsung saya jawab "James I love you!" Hahaha, saya tahu sih James nggak bisa dengar, tapi bodo amat deh... Lagi-lagi kepala saya ini harus dibanting-banting karena Fuel sudah dimainkan, tapi air mata saya mau tak mau menetes ketika Fade to Black dimainkan. Entah mengapa konser ini terasa seperti reuni, penuh emosi dan kerinduan, juga... akrab. Terus menerus sampai pada lagu favorit saya Sad But True, yeaah. Mata saya dimanjakan oleh penampilan prima James Hetfield cs, di usia yang tak lagi muda, stamina mereka tetap prima, tak terlihat raut kelelahan. Kirk Hammet tetap kalem seperti biasa, walaupun James Hetfield tak lagi segarang dulu, tapi tetap bisa menunjukkan taringnya dengan jari-jarinya yang piawai memainkan riff, Rob Trujillo tak kalah memukau dengan rambut panjangnya yang di bagi empat bagian dan di kepang membetot bass dengan tenaga penuh, dan satu lagi Lars Ulrich, masih jago main double pedal! Gebukan drumnya berdembum di dada dan telinga saya. Empat jempol buat mereka! Salut.

Malam meninggi, sampai tiba saatnya Nothing Else Matter dimainkan, lampu diredupkan, oooh maan.. makin syahdu aja ini konser. Nyala api mulai tampak diacungkan oleh mayoritas penonton -padahal kan tidak boleh membawa korek.. ckckck- Saya tarik nafas dalam-dalam menikmati petikan gitar dan dentuman drum, mata saya hampir basah lagi, tapi tidak menetes. Puncak berkumpulnya semua energi penonton tampaknya pecah di Enter Sandman yang dimainkan tepat setelah Nothing Else Matter, semua penonton yang ada di GBK bernyanyi dengan lantang, sampai-sampai suara James tidak terdengar. Saking kerasnya, James sampai tersenyum gembira ketika melihat para fans nya kompak bernyanyi. Jujur, saya belum pernah melihat James Hetfield tersenyum segembira itu di beberapa video konser yang saya lihat, sepertinya dia bahagiaaaa sekali malam itu. Encore tiba, mereka masuk sebentar sebelum akhirnya menghentak lagi dengan Creeping Death, Fight Fire with Fire sampai akhirnya Seek and Destroy menutup live concert mereka. Menyaksikan satu-persatu dari mereka masuk ke belakang panggung setelah sebelumnya memberikan ucapan terima kasih, membuat mata saya kabur karena ada yang menggenang, tapi ucapan Lars bahwa they'll be back so f***in soon membuat saya bernafas lega, semoga saja benar adanya.

Pukul 00.00, saya keluar dari stadion, menunggu sedikit lengang. Suami saya menggenggam tangan saya erat, saya tarik nafas dalam-dalam. Atmosfer yang akrab, bertenaga, dan tentu saja... hebat, masih bisa saya rasakan. Euforia yang total, tapi tetap aman dan santun, ahhh betapa bahagianya. Bagi saya konser Metallica tempo hari bukan sekedar menonton sekelompok orang bermain musik, tapi juga edukasi. Edukasi bermusik yang sangat tepat untuk atmosfer musik dalam negeri saat ini yang bisa dibilang... menyedihkan. Dan memang, konser Metallica kemarin hanya untuk mereka yang punya SELERA.

\m/ Forever!

Jakarta, 9 September 2013
 
 

Senin, 24 Juni 2013

MASALAH PERUT


"Kapan kau akan berhenti?"

"Kalau mereka berhenti."

"Mereka tak pernah berhenti. Kau yang harus berhenti!"

"Mereka memintaku kembali setiap malam. Mereka harus menyalurkan nafsunya."

"Kau bisa memilih untuk tak datang"

"Kau bisa mengisi periuk nasiku?"

Supir taksi itu terdiam mendengar pertanyaan si kupu-kupu malam. Ia meliriknya melalui kaca spion. Si kupu-kupu malam sibuk merapikan gincu dan polesan bedaknya. Ia mendesah, rupanya ini semua berujung pada masalah perut. Ia menggelengkan kepalanya dengan berat, lalu kembali berkonsentrasi pada kemudi mobilnya.

Masalah Perut - Nadia Soetjipto
Jakarta, 1 Oktober 2012"

Rabu, 06 Februari 2013

Ibu Hebring dan Dokter Anak...

Bagi para penumpang kereta, sudah akrab ditelinga istilah Geng Kereta atau Roker alias Rombongan Kereta. Kali ini saya kembali berjumpa dengan Roker itu yang beranggotakan ibu-ibu hebring dalam perjalanan saya dari Depok ke Sudirman. Usia mereka beragam, ada yang sekitar duapuluhan, tigapuluhan dan empatpuluhan, yuuuk mari berhitung saudara-saudara. Dan obrolan sudah terjadi bahkan sebelum mereka menaiki kereta. Bahkan kepenuhsesakkan kereta yang kami tumpangi pun tak menyurutkan keinginan mereka untuk mengobrol.
 
Kali ini obrolan adalah seputar pemilihan Dokter Anak. Salah satu Roker yang berusia duapuluhan menceritakan anaknya yang sedang sakit. Batuk dan pilek disertai badan panas mendera anaknya. Mulailah ibu-ibu yang lain menimpali pilihan dokter anak yang bagus. Oh iya, bukannya saya menguping ya... tapi karena telinga saya masih berfungsi normal dan gerombolan ini berada di dekat saya, otomatis saya mendengar pembicaraan mereka.
 
Singkatnya seperti ini ringkasan obrolan mereka.
 
Ibu A 20th : "Aduuuh, sebenernya hari ini saya nggak pengen ngantor deh, anak saya yang kecil lagi batuk pilek, semalem badannya panas." raut mukanya terlihat serius.
 
Ibu B 20th : "Kasiaaan. Udah dibawa ke dokter?"
 
Ibu A 20th : "Belum sih, rencananya malem ini pulang kerja kalau panasnya nggak turun juga."
 
Ibu C 30th : "Ke dokter siapa biasanya, Bu?." hmmm, saya mulai bisa membaca, ibu yang satu ini punya sifat ingin tahu. Kalau istilah jaman sekarang adalah KEPO.
 
Ibu A 20th : "Saya ke Dokter Endah di RS.XXX." ibu itu menyebutkan salah satu RS di Depok yang menjadi langganannya.
 
Ibu D 40th : "Aaaaah, RS. XXX mah mahaaal. Harga obatnya bisa gila-gilaan. Udah gitu ngantri lagi." Nah, yang satu ini pasti raja komen, itu yang menjadi penilaian awal saya.
 
Ibu A 20th : "Iya emang sih, tapi udah langganan, jadi ya nggak apa-apa deh. Dokternya bagus kok."
 
Ibu C 30th : "Kalau saya ya, anak sakit, saya bawa aja ke dokter deket rumah tuh. Sama aja kok. Sembuh-sembuh juga. Kadang-kadang di RS itu buat gengsi-gengsian doang, padahal pas abis bayar ngeluhnya bisa sampe seminggu nggak kelar-kelar."
 
Saya mulai mengernyitkan dahi, lah ini ibu-ibu kenapa jadi sewot. Ternyata si ibu yang anaknya sakit mulai agak tersinggung, ia menaikkan dagunya sebelum mendebat lagi.
 
Ibu A 20th : "Ya, gimana lagi ya, anak saya udah cocok sama dokter yang satu itu. Lagian memang bagus kok dokternya. Saya nggak mau coba-coba kalau buat urusan kesehatan anak."
 
Seolah tak mau kalah, Ibu D 40th nyeletuk juga, "Kalau anak cuma sakit batuk pilek, jangan dikit-dikit dibawa kedokter. Coba pake obat yang dijual diapotek dulu, biar nggak kebiasaan. Ntar udah biasa pake obat paten, giliran pake obat biasa nggak mempan. Sayang-sayang uangnya kan." kembali si raja komen mengutarakan pendapatnya.
 
Lho-lho, saya yang nggak ikutan punya anak sakit aja ikutan senewen mendengarnya. Kok jadi mereka-mereka yang sewot sih, yang anaknya sakit aja tenang-tenang saja jika harus ke dokter yang ada di RS XXX itu, walaupun katanya mahal. Kok malah jadi diomelin...
Rupanya si ibu yang anaknya sakit mulai gerah dengan segala ke-sok-tahuan kawan-kawannya itu. Perbincangan yang awalnya obrolan berubah jadi perdebatan berujung eyel-eyelan.
 
Ibu A 20th : "Ya... tiap anak kan lain-lain. Kalau saya sih lebih nyaman dengan jasa dokter langganan saya di RS XXX itu. Memang obatnya paten, tapi anak saya kan jadi cepat sembuh. Kasian kan kalau batuk lama-lama, kalau malam dia jadi susah tidur. "
 
Ibu C 30th : "Kalau saya sih yaaa, nggak akan buang-buang uang untuk obat paten yang sebenarnya sama saja khasiatnya dengan obat generik." tetap dengan gaya sok taunya.
 
Ini apa siiiiih, urat-urat kekesalan saya mulai menegang, risih juga kuping saya ini mendengar perdebatan tak berujung dari ibu-ibu didekat saya ini. Yang awalnya cuma ngobrolin anak sakit, kok malah jadi banding-bandingin obat, belum lagi tak ada yang mau mengalah dalam obrolan ini.
 
Ibu A 20th : "Ya namanya buat anak, apa saja kita lakukan deh asal dia sehat. Buat apa kerja banting tulang, dari pagi sampai malam, kalau pelit sama anak sendiri. Kita kerja kan juga buat anak." Dari nada bicaranya sudah tampak kalau ubun-ubun ibu ini sudah berasap, untuk saja kerudung cantik bertengger disana, kalau tidak mungkin kebulan asapnya lebih mudah merembes keluar.
 
Ibu D 40th : "Iya, kalau kamu kan enak, suami tajir, kerjanya di kantor minyak, kamu sendiri sekretaris bos. Ya uang segitu nggak ada artinyalah."
 
Ibu yang anaknya sakit tadi tidak menimpali lagi, hanya tersenyum kecut. Mungkin ia masih menyimpan sedikit energi dan kewarasannya untuk hal lain yang lebih penting dibandingkan debat kusir ini.
 
Jiaaaaah, rupanya ini ujung perdebatan panjang barusan. Rupanya kecemburuan sosial pemirsa. Tepok jidat deh saya. Tapi dalam hati saya lega juga perdebatan itu berakhir walaupun disertai raut muram para peserta perdebatan.
 
Yang menggelitik benak saya adalah, kenapa masih juga ada orang yang suka usil dan mau tau urusan orang, tapi giliran orang itu menceritakan urusannya, yang didapat malah komentar-komentar yang memojokkan, juga saran-saran yang dipaksakan. Boleh saja kita memberi saran, tapi jangan memaksakan orang itu menerima saran kita. Anehnya lagi, kalau pendapatnya tak diterima, dia akan sewot sepanjang hari. Saya hanya bisa mendoakan dalam hati supaya ibu yang anaknya sakit tadi tetap tabah dengan kawanannya itu, pasalnya ia kan tiap hari bersama mereka.
 
Bagi saya pribadi, mau tau urusan orang lain adalah hal yang sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan. Bayangkan, jika hidup kita yang sudah singkat dan penuh masalah ini masih harus ditambah dengan memikirkan dan mau tau urusan orang lain, kemudian memberikan komentar pula, kalau komentarnya dicela sewot, terus uring-uringan sampai besoknya. Hello, menderita sekali hidup orang seperti itu. Bukan berarti cuek dengan sekitar ya, tapi lebih kepada menghargai keputusan orang lain. Toh yang mengambil keputusan itu yang akan menanggung resiko dari apa yang ia putuskan, bukan kita kan...
 
So.... stay away from being annoying person ya...
 
Jakarta, 7 Februari 2013
 
 

Senin, 04 Februari 2013

Belajar dari film The Last Samurai....

Semua orang pasti suka menonton film, apalagi jika berasal dari Hollywood. Entah bagus atau jelek, yang penting ada embel-embel "Hollywood", pasti ditonton, karena hal ini sudah menjadi lifestyle sebagian masyarakat kita. Padahal jika ditilik lagi, film karya anak negeri sendiri tak kalah bagus walaupun kadang masih didominasi genre-genre yang tidak mendidik seperti genre horor dengan sisipan erotisme di dalamnya. Namun sekali lagi, film Holywood memang harus diakui kehebatannya dari segi cerita, plot, dan sinematografi, mereka memang unggul. Salah satunya adalah film epik The last Samurai ini, saya sudah menontonnya berkali-kali, herannya saya tidak pernah bosan, bahkan makin bisa meresapi makna dari film ini.

Biarkan saya sedikit bercerita sedikit tentang film ini :

Dikisahkan, Nathan Algren (Tom Cruise) adalah seorang tentara Amerika berpangkat Kapten yang tengah bergelut dengan trauma perangnya setelah ia terpaksa menghabisi suku Indian, penduduk asli Amerika. Ditengah konflik batinnya ini, ia bertemu kembali dengan rekan lamanya yang mengenalkannya pada pebisnis dari Jepang Mr. Omura. Ia mendapat tawaran untuk melatih prajurit Jepang yang sedang dipersiapkan untuk melawan pasukan Samurai pimpinal Katsumoto (Ken Watanabe) yang menurut Mr. Omura sedang melakukan pemberontakan. Omura menganggap Samurai sebagai suku barbar yang sudah tak sesuai lagi dengan visi negara Jepang yang modern. Dengan imbalan gaji yang besar, Nathan Algren menyetujuinya walaupun dengan resiko ia harus berpartner dengan bekas perwira perangnya Kolonel Bagley yang sangat ia benci. Beberapa hari melatih, ia diperintahkan untuk menghadapi pasukan Samurai yang diberitakan akan menyerang perbatasan. Algren menolak dengan alasan pasukan masih belum siap untuk menghadapi Samurai yang sangat terlatih, namun Omura memaksa. Pertempuran tak terelakkan, dan persis seperti perkiraan Algren, pasukannya kocar-kacir, mereka tak mampu membendung kekuatan para Samurai. Algren harus mati-matian mempertahankan dirinya di medan perang, hingga sampai pada posisi tersulit dimana pilihan hanyalah kematian, ia berhasil menyelamatkan dirinya dari hunusan pedang Hirotaro, adik ipar dari Katsumoto, ia menikam Hirotaro tepat di lehernya. Algren memang selamat, namun segera ia menjadi tawanan para Samurai.
 
Selama menjadi tawanan para Samurai, Nathan tidak menerima perilaku buruk sedikitpun. Ia malah mendapat perlakuan yang baik layaknya seorang tamu. Setiap hari ia diundang menemui Katsumoto untuk sekedar bercakap-cakap. Katsumoto beralasan ingin mengenal musuhnya dengan baik, sementara Algren semakin hari semakin menghormati Katsumoto, dan ia mengaku menyesal telah membubuh adik iparnya. Ia juga menyampaikan maafnya pada istri Hirotaro, Taka yang telah merawatnya selama ia berada di rumahnya, namun Taka mengatakan jika suaminya meninggal secara terhormat, dan Algren hanyalah menjalankan tugasnya. Hari-hari berlalu sebagai tawanan dan juga teman bicara bagi Katsumoto membuat Algren makin terkesan dengan kehidupan para Samurai. Algren mulai mempelajari seni bela diri Samurai, dan dengan cepat menyerapnya. Kehidupan para Samurai sangatlah teratur dan disiplin. Mereka tidak pernah melupakan cikal bakal mereka, mereka setia pada tanah kelahiran, adat istiadat, dan juga leluhur mereka. Algren sangat terkesan dengan prinsip hidup Samurai ini. Hingga pada suatu saat desa Samurai diserang oleh sekelompok orang utusan dari Omura. Algren bertarung bersama Katsumoto bahkan menyelamatkan Katsumoto dari tikaman pedang. Samuraipun memenangi pertarungan malam itu.

Tiba saatnya Katsumoto harus melepaskan Algren sebagai tawanan dan mengantarkannya kembali ke kota untuk bergabung dengan resimennya. Dengan berat hati Algren meninggalkan desa para Samurai. Sesampainya dikota dan ketika ia kembali ke resimennya, Algren sangat terkejut, peralatan perang dan senjata mereka sudah sangat maju. Meriam howitzer sengaja didatangkan untuk menambah persenjataan. Keahlian para prajurit sudah jauh lebih mumpuni dibandingkan saat ia pertama kali melatih mereka. Pada suatu malam, Algren menerima kabar kalau Katsumoto telah ditangkap dan akan dibunuh, Algren lalu menyusup untuk membantu Katsumoto melarikan diri. Dalam pertempuran ini, anak lelaki Katsumoto tewas.

Algren dan para Samurai lalu kembali ke desa untuk mempersiapkan perang melawan pasukan Jendral Omura. Algren mengambil keputusan bulat untuk bertempur bersama Samurai. Pertempuran berlangsung sengit, Samurai memenangkan awal pertempuran walaupun banyak pula dari mereka yang tewas. Perbandingan jumlah yang besar antara Samurai dan pasukan Jendral Omura tidak membuat nyali para Samurai ciut. Pertarungan kembali dilanjutkan, namun kali ini Samurai harus menyerah pada meriam howitzer. Satu demi satu Samurai tumbang. Dan hanya Algren dan Katsumoto yang tersisa. Katsumoto ingin mati secara terhormat, maka dimintanya Algren menikamnya dengan Samurai yang ada ditangannya. Dan Katsumoto pun tewas diiringi bunga-bunga sakura yang berguguran. Katsumoto menyebutnya sebagai kematian yang sempurna. Meninggal di medan perang demi mempertahankan jati diri, kesetiaan pada leluhur, keberanian dan harga diri. Akhirnya, Algrenlah Samurai yang terakhir. Ia kembali ke desa untuk menetap disana.

Dari sini pelajaran berharga yang bisa kita ambil adalah, kita bisa menjadi negara yang maju dan modern. Namun kita tak boleh melupakan siapa kita sebenarnya, kita tetap harus menjadi bangsa yang memiliki JATI DIRI. Bukan bangsa yang mudah terprovokasi. Menyedihkan sekali ketika suatu saat saya menonton tayangan di televisi, dalam acara itu pembawa acara menanyakan kepada seorang siswa SMP yang tengah berkumpul-kumpul tentang pancasila. Siswa tersebut diminta menyebutkan Sila ke-3, namun dengan gaya cengengesan, siswa tersebut menjawab TIDAK TAHU. Malah siswa tersebut bertanya kepada temannya, dan dengan cengegesan pula temannya tadi menjawan TIDAK TAHU JUGA. Pertanyaan berikut kalau begitu, senjata khas Aceh.... lagi-lagi dengan cengengesan (mungkin mereka menganggap gaya seperti itu lucu) mereka menjawab KERIS KALI, EH EH SALAH,  GOLOK YA?.....

Satu kata dari saya, MENYEDIHKAN. Jika generasi mudanya saja sudah tak tahu asal usul negara ini, bagaimana negara ini bisa ada, apa saja yang terjadi dalam proses terbentuknya negara ini dan lain sebagainya, bagaimana bisa kita bersaing dengan negara lain? Kita seringkali marah-marah, protes, demo, dan ngedumel kalau kebudayaan kita diklaim negara lain, tapi kalau kita mau NGACA, itu sebenarnya ulah kita sendiri. Salah siapa kalau tidak ada mengurus dengan baik saudara-saudara kita yang ada di perbatasan? Salah siapa kalau masih ada yang malu memakai produk-produk dari dalam negeri, malah bangga dan mencari seribu cara supaya bisa membeli barang-barang dari luar negeri? Salah siapa kalau kita selalu tertinggal dalam hal apapun, baik itu transportasi, tata ruang kota, kemajuan mental masyarakat, dan lainnya? Jawabannya bukan siapa-siapa, tapi KITA SEMUA baik itu pemerintah, instansi-instansi terkait, masyarakat luas, semuanya bertanggung jawab.

Namun jangan pesimis, semuanya belum terlambat. Mulailah dari diri sendiri untuk berbangga diri menjadi ORANG INDONESIA. Memang negara kita tercinta ini mempunyai banyak sekali keburukan, tapi keindahannya juga sangat luar biasa. Kalau masalah keburukan, semua negara mempunyai keburukan, tapi kalau soal keindahan, belum tentu ada dinegara lain.

Mengutip kata-kata terakhir Kaisar di film The Last Samurai, "We can be modern country, we are wearing western clothes, we have railway, but we cannot forget WHO WE ARE."

Semoga berkenan.