Tepat jam tiga sore,
waktu dimana saya melakukan ritual penting dalam keseharian saya, yaitu minum
kopi. Kenapa jam tiga? Karena di jam ini ,cuaca sering cerah, pekerjaan mulai
longgar, minum kopi sambil menatap langit cerah dari jendela di belakang meja
kerja saya sangat menyenangkan. Ritual ini penting bukan saja karena merupakan
rutinitas, tapi menjadi sangat prinsipil karena minum kopi adalah kebutuhan
bagi saya. Sama seperti saya butuh oksigen untuk benafas, atau seperti saya
memerlukan musik metal sebagai pendobrak semangat.
Kopi, bagi saya bukan sekedar
minuman pengusir kantuk pencipta mata melek, kopi adalah sesuatu yang artistik.
Jelas saja, untuk bisa mendapatkan secangkir kopi yang menendang lidah dan
aroma harum yang selalu menabrak indra penciuman, perlu serangkaian proses yang
panjang. Keunikan kopi, minuman ini bisa akur dengan apa saja, mau itu susu,
jahe, krim, vanilla, caramel, kayu manis, bahkan kelapa bakar! Terbuktikan, kopi
itu minuman yang mengakrabkan? Maka dari itu, saya tak bisa lepas atau dipisahkan
dari kopi. Pekerjaan saya sebagai sekretaris menuntut saya mengikuti rapat yang
kadang menjemukan, di saat itulah kopi selalu menyelamatkan saya. Belum lagi
jika sedang berkumpul dengan teman, kopi menjadi pilihan jitu untuk menemani
gelak tawa yang membumbung.
Sehari tanpa kopi, apa
jadinya saya? Rasanya saya tak rela sehari saja tak merasakan bagaimana pahit dan
manis saling berebut menciptakan rasa nikmat di mulut saya. Itulah rasa dunia
yang sesungguhnya, dalam secangkir kopi, pahit dan manis kompak menciptakan
kenikmatan di akhir. Betapa mudahnya mendapatkan Rasa Dunia, hanya dengan secangkir
kopi! Ini baru namanya hidup.
Tulisan khusus untuk
#DiBalikSecangkirKopi @IniBaruHidup
Twitter : @nadzrady
FB : Nadia Soetjipto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar